SELAMAT DATANG DI BLOG BRIMOB DETASEMEN B PELOPOR PAREPARE POLDA SULSEL

Jumat, 21 Januari 2011

Giat PAM Pemilukada Tahap II Kab. Torut



Personil Brimob Den B Pelopor tiba di Mako Res Tana Toraja dalam rangka PAM Pemilukada Tahap II Kabupaten Toraja Utara. Personil Brimob Den B Pelopor yang terlibat BKO Res Tana Toraja sebanyak 3 SSK yang langsung di pimpin oleh Kepala Detasemen B Pelopor Sat Brimob Polda Sulsel AKBP Katik Kusmantoro, SIK.







Apel gelar kekuatan personil BKO Res Tana Toraja dalam rangka PAM Rapat pleno dan penetapan pemenang Pemilukada Kab. Toraja Utara.










 Personil Brimob Den B Pelopor melaksanakan pengamanan unras di depan kantor KPUD Kab. Toraja Utara. Dalam hal ini personil Brimob Den B Pelopor sangat memahami tata cara penanggulangan huru hara yang telah termaktub dalam PROTAP dan BUDOMLAK PHH.





















Read More...

Jumat, 24 Desember 2010

Giat Brimob Den B Pelopor Parepare perbulan November s/d Desember 2010

Kunjungan kerja Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Irjen Pol. Drs. Jhony Wainal Usman ke markas komando Brimob Detasemen B Pelopor Parepare









Kepala Detasemen B Pelopor Parepare
AKBP Katik Kusmantoro, Sik

Wakil Kepala Detasemen B Pelopor Parepare AKP H. Marsuki, SH. MH







Kesiapan anggota Brimob Den B Pelopor dalam pengamanan Natal dan Tahun Baru 2011 dalam rangka cipta kondisi aman dan kondusif sesuai dengan tugas pokok Brimob Polri terkhusus Brimob Detasemen B Pelopor Parepare.







 
Apel gelar kekuatan dalam rangka OPS LILIN LIPU Tahun 2010 dalam rangka pengamanan Natal dan Tahun Baru 2011 di lapangan Andi Makasau Parepare.







Anggota Brimob Den B Pelopor melaksanakan giat kesamaptaan yang dilaksanakan 2 bulan sekali dalam rangka pembinaan fisik anggota Brimob Den B Pelopor guna menunjang kesiapan pelaksanaan tugas kedepan.


Giat Bela Diri Polri yang dilaksanakan anggota Brimob Den B Pelopor yang merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh Lat Den B Pelopor Read More...

Jumat, 17 Desember 2010

Pelaksanaan Upacara HUT Brimob ke 65 di Kab. Toraja Utara Sulsel. Meskipun dilaksanakan secara sederhana tetapi tidak mengurangi semangat dan jiwa kebanggaan bagi personil Brimob Detasemen B Pelopor. Pelaksanaan HUT Brimob ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tugas operasional Brimob Detasemen B Pelopor yaitu pengamanan Pemilukada Kab. Toraja Utara tahun 2010.

Luapan kegembiraan anggota Brimob Detasemen B Pelopor setelah melaksanakan upacara HUT Brimob ke 65 di lapangan Pemda Rantepao Kab. Toraja Utara dengan mengangkat Kaden B Pelopor AKBP KATIK KUSMANTORO, SIK bersama Kapolres Tana Toraja.

Jaya terus Brigade Mobil " Jiwa Ragaku Demi Kemanusiaan" . Read More...

Rabu, 15 Desember 2010

Dalam rangka HUT BRIMOB ke 65 th, Brimob Detasemen B Pelopor melaksanakan serangkaian kegiatan-kegiatan sosial yaitu memberikan bantuan sembako ke panti jompo DINSOS Parepare.
Anggota Den B Pelopor Sat Brimob Polda Sulsel melaksanakan kegiatan donor darah di kantor PMI Parepare.
Anggota Den B Pelopor Parepare melaksanakan kegiatan kerja bakti bersama warga di Pasar Sumpang Minangae Kec. Bacukiki Barat Kota Parepare.
Read More...

Rabu, 08 Desember 2010


KEPOLISIAN  NEGARA REPUBLIK INDONESIA
                            MARKAS BESAR

PROSEDUR TETAP

Nomor : Protap/    01   /X/2010

 

Tentang

PENANGGULANGAN ANARKI

I.          PENDAHULUAN

1.            Umum
a.            anarki merupakan bentuk pelanggaran hukum yang membahayakan keamanan dan mengganggu ketertiban umum masyarakat sehingga perlu dilakukan penindakan secara cepat, tepat, dan tegas dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) serta sesuai ketentuan hukum yang berlaku;
b.            agar anarki dapat ditangani secara cepat dan tepat untuk mengeliminir dampak yang lebih luas, perlu disusun Prosedur Tetap untuk dijadikan pedoman seluruh anggota Polri.
2.            Dasar
a.            Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (Berita Republik Indonesia II, 9) beserta perubahannya;
b.            Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
c.            Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Penghukuman Yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3983);

d.            Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789);
e.            Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
f.             Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
g.            Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Hak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
h.            Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919);
i.              Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;
j.              Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;
k.            Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di muka Umum;
l.              Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian;
m.          Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standard Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
n.            Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara;
o.            Resolusi PBB 34/169 Tanggal 7 Desember 1969 tentang Ketentuan Berperilaku (code of conduct) untuk Pejabat Penegak Hukum;

p.            Protokol PBB Tahun 1980 yang diselenggarakan di Kuba pada tanggal 27 Agustus sampai dengan 7 September 1980 tentang Prinsip-prinsip Dasar Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum.

3.            Tujuan
Agar tercapai keseragaman pola tindak dan tidak menimbulkan keragu-raguan bagi anggota Polri dalam menangani anarki.

4.            Ruang Lingkup
Lingkup Prosedur Tetap ini meliputi gambaran umum tentang bentuk, sifat, pelaku, akibat anarki, dasar hukum tindakan tegas, cara bertindak, personil, sarana prasarana, penanggung jawab, komando dan pengendalian serta anggaran.

5.            Pengertian
a.            Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri;
b.            Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain yang dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku untuk mencegah, menghambat, atau menghentikan anarki atau pelaku kejahatan lainnya yang mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan kesusilaan, guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat;
c.            Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan/atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain;
d.            Penggunaan Kekuatan adalah segala upaya untuk pengerahan daya, potensi atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan tindakan kepolisian untuk menanggulangi anarki;
e.            Tindakan Tegas dan Terukur adalah serangkaian tindakan kepolisian yang dilakukan oleh anggota Polri baik perorangan maupun dalam ikatan kesatuan secara profesional, proporsional dan tanpa ragu-ragu serta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f.             Mempertahankan diri dan/atau masyarakat adalah tindakan yang diambil oleh anggota Polri untuk melindungi diri sendiri atau masyarakat, atau harta benda atau kehormatan kesusilaan dari bahaya yang mengancam secara langsung;
g.            Ambang Gangguan selanjutnya disingkat AG adalah kondisi gangguan Kamtibmas yang jika dibiarkan tidak ada tindakan kepolisian dapat meningkat menjadi gangguan nyata;
h.            Gangguan Nyata selanjutnya disingkat GN adalah gangguan keamanan berupa kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat berupa jiwa raga ataupun harta benda;
i.              Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
j.              Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

 

 

6.            Asas-Asas


Dalam menerapkan tugas dan perlindungan terhadap warga masyrakat setiap anggota Polri wajib memperhatikan:

a.            asas legalitas, yaitu setiap anggota Polri  dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku, baik di dalam perundang-undangan nasional maupun internasional;

b.            asas nesesitas, yaitu setiap anggota Polri yang dalam melakukan tindakan harus didasari oleh suatu kebutuhan untuk mencapai tujuan penegakan hukum, yang mengharuskan anggota Polri melakukan suatu tindakan yang membatasi kebebasan seseorang ketika menghadapi kejadian yang tidak dapat dihindarkan;

c.            asas proporsionalitas, yaitu setiap anggota Polri yang melakukan tugas harus senantiasa menjaga keseimbangan antara tindakan yang dilakukan dengan ancaman yang dihadapi dalam penegakan hukum; dan

d.            asas akuntabilitas, yaitu setiap anggota Polri yang melakukan tugas senantiasa  harus bertanggungjawab  sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

II.         BENTUK, SIFAT, PELAKU DAN AKIBAT ANARKI

7.         Bentuk
a.            Ancaman Gangguan (AG).
Bentuk-bentuk perbuatan yang merupakan AG yang belum menjadi anarki, antara lain:

1)            membawa senjata (api, tajam);
2)            membawa bahan berbahaya (padat, cair dan gas);
3)            membawa senjata/bahan berbahaya lainnya (ketapel, kejut); dan
4)            melakukan tindakan provokatif (menghasut).

b.            Gangguan Nyata (GN).

Bentuk-bentuk perbuatan yang merupakan GN anarki, antara lain:
1)            perkelahian massal;
2)            pembakaran;
3)            pengrusakan;
4)            pengancaman;
5)            penganiayaan;
6)            pemerkosaan;
7)            penghilangan nyawa orang;
8)            penyanderaan;
9)            penculikan;
10)         pengeroyokan;
11)         sabotase;
12)         penjarahan;
13)         perampasan;
14)         pencurian; dan
15)         melawan/menghina petugas dengan menggunakan atau tanpa menggunakan alat dan/atau senjata;
8.         Sifat
Sifat anarki antara lain:

a.            agresif;
b.            spontan;
c.            sporadis;
d.            sadis;
e.            menimbulkan ketakutan;
f.             brutal;
g.            berdampak luas; dan
h.            pada umumnya dilakukan secara massal.



9.            Pelaku
Anarki dapat dilakukan oleh:
a.            perorangan, dengan mengabaikan peraturan yang ada, dan berdampak luas terhadap stabilitas Kamtibmas; dan
b.            kelompok atau kolektif, baik yang dikendalikan/digerakkan oleh seseorang maupun tidak dikendalikan oleh seseorang namun dilakukan secara bersama-sama, dan berdampak luas terhadap stabilitas Kamtibmas.
10.        Akibat
Anarki dapat menyebabkan terjadinya :
a.            kerugian jiwa dan harta benda yang berpengaruh terhadap stabilitas Kamtibmas atau meresahkan masyarakat luas atau keselamatan masyarakat;
b.            gangguan terhadap stabilitas Kamtibmas yang menyebabkan fungsi pemerintahan maupun aktivitas keseharian masyarakat tidak dapat berlangsung dengan lancar; dan
c.            gangguan terhadap operasionalisasi dan fungsi suatu institusi tertentu, baik swasta maupun pemerintah.


III.        PELAKSANAAN PENANGANAN ANARKI
11.       Dasar hukum tindakan tegas.
a.            KUHP
1)            Pasal 48 : “barang siapa/anggota yang melakukan tindakan secara terpaksa tidak dapat dipidana”
2)            Pasal 49 : “barang siapa/anggota yang melakukan perbuatan pembelaan secara terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum tidak dapat dipidana”
3)            Pasal 50 : “barang siapa/anggota melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang tidak dipidana”
4)            Pasal 51 : “barang siapa/anggota melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana”
b.            Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI.
Pasal 18        : untuk kepentingan umum pejabat Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri, meliputi:
1)            pertimbangan manfaat serta resiko dari tindakannya; dan
2)            betul-betul untuk kepentingan umum.

c.            Protokol VII PBB tanggal 27 Agustus – 2 September 1990 di Havana Cuba tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekerasan dan Senjata Api Oleh Aparat Penegak Hukum:
1)            untuk membela diri atau orang lain terhadap ancaman kematian atau luka parah yang segera terjadi;
2)            untuk mencegah pelaku kejahatan melarikan diri;
3)            untuk mencegah dilakukannya suatu tindakan kejahatan yang sangat serius; dan
4)            apabila cara yang kurang ekstrim tidak cukup untuk mencapai tujuan-tujuan.

d.            Resolusi PBB 34/169 Tanggal 7 Desember 1969 tentang Ketentuan Berperilaku (code of conduct) untuk Pejabat Penegak Hukum:
1)            dapat diberi wewenang untuk menggunakan kekerasan apabila perlu menurut keadilan untuk mencegah kejahatan atau dalam melaksanakan penangkapan yang sah terhadap pelaku yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan;
2)            sesuai dengan asas keseimbangan antara penggunaan kekerasan dengan tujuan yang hendak dicapai; dan
3)            pelaku kejahatan melakukan perlawanan dengan senjata api atau membahayakan jiwa orang lain.
12.       Personil.
a.            Setiap anggota Polri baik perorangan maupun dalam ikatan satuan;
b.            setiap anggota Polri apabila mendengar, melihat dan mengetahui AG anarki dan/atau GN anarki wajib mengambil tindakan sesuai dengan keadaan dan berdasarkan penilaian sendiri;

13.       Sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana yang digunakan berupa peralatan perorangan maupun peralatan satuan yang dimiliki oleh tiap-tiap satuan kepolisian.

14.       Cara bertindak
a.            Terhadap sasaran AG
1)            Perorangan anggota Polri

Apabila melihat, mendengar dan mengetahui AG, setiap anggota Polri wajib melakukan tindakan agar AG tidak berkembang menjadi GN dengan upaya antara lain:

a)            melakukan pemantauan dan himbauan kepada pelaku agar mentaati hukum yang berlaku dan menjaga tata tertib;
b)            menyampaikan kepada pelaku bahwa perbuatannya dapat membahayakan ketenteraman dan keselamatan umum, serta jangan menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah;
c)            mencatat identitas pelaku beserta peralatan yang dibawanya;

d)             apabila pelaku melakukan perlawanan kepada petugas, maka segera dilakukan himbauan berupa:

SAYA SELAKU ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS NAMA UNDANG-UNDANG SAYA PERINTAHKAN AGAR SAUDARA TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN YANG MELANGGAR HUKUM.
e)         melaporkan kepada pimpinan dan/atau satuan kepolisian terdekat dengan menggunakan alat komunikasi yang ada;

2)         Personil ikatan satuan
Apabila personil dalam ikatan satuan melihat, mendengar, mengetahui adanya AG, cara bertindak yang dilakukan adalah:
a)            pimpinan satuan melakukan pembagian tugas, antara lain: tugas pemantauan, pemotretan, identifikasi;
b)            pimpinan satuan melakukan himbauan kepada pelaku untuk mentaati hukum yang berlaku dan menjaga tata tertib;
c)            menghimbau agar segera menyerahkan peralatan dan/atau barang-barang berbahaya lainnya kepada petugas;
d)            apabila pelaku melakukan perlawanan kepada petugas, maka segera dilakukan himbauan berupa:
SAYA SELAKU PETUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS NAMA UNDANG-UNDANG SAYA PERINTAHKAN :
(1)          AGAR TIDAK MELAKUKAN TINDAKAN MELANGGAR HUKUM;
(2)          AGAR SEGERA MENYERAHKAN PERALATAN DAN/ATAU BARANG-BARANG BERBAHAYA LAINNYA KEPADA PETUGAS;
(3)          APABILA TIDAK MENGINDAHKAN KAMI AKAN MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS.
e)            apabila pelaku tidak mengindahkan perintah petugas, maka dilakukan tindakan:
(1)          MEMERINTAHKAN MENGHENTIKAN PERGERAKAN PELAKU DAN/ATAU KENDARAAN YANG DIGUNAKANNYA;
(2)          MEMERINTAHKAN SEMUA ORANG UNTUK BERHIMPUN ATAU TURUN DARI KENDARAAN;
(3)          MELAKUKAN PENGGELEDAHAN DAN/ATAU PENYITAAN ATAS BARANG-BARANG YANG MENYERTAINYA.
f)             apabila pelaku melakukan perlawanan fisik terhadap petugas, maka dilakukan tindakan melumpuhkan dengan menggunakan:
(1)          kendali tangan kosong lunak;
(2)          kendali tangan kosong keras;
(3)          kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas airmata, atau alat lain sesuai standard Polri; dan
(4)          kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk menghentikan tindakan atau perilaku pelaku yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat.
g)            apabila personil dalam ikatan satuan tidak mampu menangani AG anarki, maka segera meminta bantuan kekuatan dan perkuatan secara berjenjang;
h)           apabila pelaku secara sukarela segera menyerahkan diri, maka dilakukan tindakan membawa pelaku ke kantor Polisi terdekat untuk dilakukan proses lebih lanjut; dan
i)             terhadap para pelaku yang secara sukarela menyerahkan diri harus diperlakukan secara manusiawi dan diberikan perlindungan terhadap hak-haknya.

14.     Cara bertindak terhadap sasaran GN
a.            Perorangan anggota Polri
1)            apabila pelaku melakukan anarki, maka segera dilakukan tindakan:
a)         peringatan secara lisan agar menghentikan tindakannya;
b)         segera melaporkan kepada pimpinan dan/atau satuan Polri terdekat untuk meminta bantuan kekuatan dan perkuatan;
2)            berdasarkan penilaian sendiri bahwa pelaku anarki dapat ditangani, maka diupayakan dilakukan tindakan melumpuhkan dengan:
a)         kendali senjata tumpul dan/atau senjata kimia antara lain gas airmata, atau alat lain sesuai standard Polri; dan
b)         kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk menghentikan tindakan atau perilaku pelaku yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian dirinya sendiri atau anggota masyarakat.
3)            apabila pelaku anarki dalam bentuk kelompok, maka dilakukan tindakan:
a)         segera melaporkan kepada pimpinan dan/atau satuan kepolisian terdekat untuk meminta bantuan kekuatan dan perkuatan dengan menggunakan sarana komunikasi yang ada;
b)         melakukan pengawasan atas gerak gerik pelaku dengan menggunakan peralatan dan/atau tanpa peralatan;
b.            Personel ikatan satuan
Apabila personil dalam ikatan satuan menghadapi GN, cara bertindak yang dilakukan adalah:
1)            pimpinan satuan memerintahkan kepada para pelaku untuk menghentikan semua anarki dengan bunyi perintah:

a)            SAYA SELAKU PETUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS NAMA UNDANG-UNDANG SAYA PERINTAHKAN AGAR MENGHENTIKAN ANARKI;
b)            APABILA TIDAK MENGINDAHKAN PERINTAH AKAN DILAKUKAN TINDAKAN TEGAS;
2)            apabila pelaku tidak mengindahkan perintah petugas, maka segera dilakukan tindakan melumpuhkan dengan cara:
a)         kendali tangan kosong keras;
b)         kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas airmata, atau alat lain sesuai standard Polri;
c)         kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain untuk menghentikan tindakan atau perilaku anarki yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat atau kerusakan dan/atau kerugian harta benda didahului dengan tembakan peringatan kearah yang tidak membahayakan;
d)         apabila pelaku tidak mengindahkan tembakan peringatan maka dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yang tidak mematikan.
3)            apabila personel dalam ikatan satuan tidak mampu menangani pelaku anarki segera meminta bantuan kekuatan dan perkuatan secara berjenjang;
4)            apabila dalam tindakan melumpuhkan yang dilakukan oleh petugas terjadi korban luka petugas, pelaku dan/atau masyarakat, segera dilakukan pertolongan sesuai prosedur pertolongan dengan menggunakan sarana yang tersedia.
15.       Penanggung jawab.
Kasatwil, Kasatfung dan/atau pimpinan satuan lapangan bertanggung jawab terhadap seluruh tindakan kepolisian yang dilakukan anggotanya.







IV.       KOMANDO DAN PENGENDALIAN
16.       Dalam hal penanganan anarki pimpinan yang bertanggung jawab melakukan komando dan pengendalian yaitu :

a.            Kapolri, untuk tingkat nasional;
b.            Kapolda, untuk tingkat provinsi;
c.            Kapolres, untuk tingkat kabupaten/kota; dan
d.            Kapolsek, untuk tingkat kecamatan.
17.       Dalam hal keadaan eskalasi anarki semakin meningkat, maka komando dan pengendalian diambil alih secara berjenjang.

18.       Dalam hal penanganan anarki yang melibatkan fungsi eksternal Polri, komando dan pengendalian taktis berada pada Kepala Kesatuan Kewilayahan Polri, sedangkan komando dan pengendalian teknis berada pada pimpinan fungsi eksternal masing-masing.

19.       Pengemban fungsi pengawasan dan pengamanan internal berkewajiban melaksanakan pengamanan dan pemeriksaan terhadap personil Polri yang melakukan tindakan tegas sebagaimana dimaksud dalam Protap ini, dalam rangka kelengkapan administrasi maupun prosedur menghadapi transparansi dan akuntabilitas.

V.        ANGGARAN
20.       Dukungan administrasi, logistik dan operasional yang dibutuhkan dalam penanganan anarki menggunakan anggaran Polri.

VI.       PENUTUP
Ketentuan yang diatur dalam prosedur tetap penanggulangan anarki ini agar dijadikan pedoman bagi seluruh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.


Jakarta, 08  Oktober 2010
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA



Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MARAKAS BESAR








 











PROSEDUR TETAP


KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : PROTAP/   01   /X/2010

TENTANG

PENANGGULANGAN ANARKI














 


















JAKARTA,     08    OKTOBER 2010


Read More...